Bangkit dan Jatuhnya Sriwijaya Air

Bangkit dan Jatuhnya Sriwijaya Air: Hikmah Manajemen Industri Maskapai Penerbangan

Bangkit dan Jatuhnya Sriwijaya Air adalah maskapai penerbangan terbesar ketiga di Indonesia, namun sayangnya terpaksa ditutup pada Januari 2021 setelah bertahun-tahun mengalami kesulitan keuangan. Ketika berita ini tersebar hal ini mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh industri penerbangan. Membuat banyak orang bertanya-tanya apa yang salah dengan maskapai penerbangan yang dulunya makmur ini. Dalam postingan blog ini kita akan melihat lebih dekat naik turunnya Sriwijaya Air. Tantangan yang mereka hadapi pendekatan manajemen mereka dan bagaimana faktor-faktor ini pada akhirnya menyebabkan kejatuhan mereka.

 

Bangkit dan Jatuhnya Sriwijaya Air: Hikmah Manajemen Industri Maskapai Penerbangan

Sriwijaya Air didirikan pada November 2003 sebagai perusahaan penyewaan dan penyewaan pesawat. Tujuannya adalah untuk menyediakan layanan transportasi udara ke tujuan domestik dan regional. Namun baru pada tahun 2005 perusahaan ini mulai beroperasi secara komersial dengan layanan penuh. Maskapai ini awalnya sukses. Membangun basis pelanggan setia dan memperluas armadanya menjadi sekitar 60 pesawat dalam kurun waktu singkat. Maskapai ini terkenal dengan tarifnya yang terjangkau dan layanannya yang ramah yang mendorong popularitasnya secara nasional.

Bangkit dan Jatuhnya Sriwijaya Air: Hikmah Manajemen Industri Maskapai Penerbangan

Pada tahun 2012. Pemerintah Indonesia Togel Dingdong memperkenalkan peraturan yang lebih ketat yang memaksa Sriwijaya Air untuk mematuhi standar keselamatan baru. Penerapan peraturan baru ini meningkatkan biaya operasional maskapai penerbangan. Sehingga menyebabkan kesulitan keuangan. Selain itu persaingan ketat dari maskapai lain yang muncul dalam beberapa tahun terakhir juga mempengaruhi keuntungan maskapai tersebut. Langkah-langkah restrukturisasi dan pemotongan biaya yang berkelanjutan untuk mematuhi peraturan baru mengurangi kualitas layanan sehingga meninggalkan dampak negatif pada pengalaman pelanggan.

Salah urus dan Ekspansi berlebihan

Manajemen puncak Sriwijaya Air mulai mengambil beberapa keputusan yang salah yang pada akhirnya akan menjadi bencana besar bagi bisnisnya. Pertama maskapai ini memilih untuk berekspansi ke berbagai pasar dan menjajaki area bisnis baru. Meskipun ekspansi tidak selalu buruk karena dapat menghasilkan aliran pendapatan baru. Sriwijaya Air melakukan ekspansi yang terlalu cepat tanpa memiliki landasan finansial yang kuat. Dampaknya adalah beban hutang yang sangat besar sehingga perusahaan tidak dapat lagi menanggungnya. Selain itu, manajemen yang buruk dan alokasi sumber daya yang tidak memadai oleh tim manajemen puncak hanya menambah masalah di Sriwijaya Air. Baca juga : Rubah Arktik: Adaptasi dan Strategi Bertahan Hidup

Kebangkrutan dan Likuidasi

Sriwijaya Air memasuki proses kebangkrutan pada tahun 2018. Yang berkepanjangan karena pandemi COVID-19. Pada tahun 2020. Maskapai ini ditempatkan di bawah pengawasan Pengadilan Kepailitan Indonesia setelah krediturnya memilih untuk melikuidasi perusahaan tersebut. Kreditor keuangan seperti bank lessor dan penyedia bahan bakar semuanya memiliki utang yang belum dibayar sehingga maskapai penerbangan tidak dapat melunasinya. Sriwijaya Air akhirnya mengumumkan penutupan operasinya secara permanen pada Januari 2021 setelah 17 tahun beroperasi.

Kesimpulan:

Kejatuhan Sriwijaya Air disebabkan oleh berbagai faktor – peraturan pemerintah manajemen yang buruk dan ekspansi yang berlebihan – semuanya berkontribusi terhadap hilangnya kepercayaan pelanggan dan posisi pasar. Namun, inti dari semua itu adalah kenyataan bahwa menjalankan maskapai penerbangan yang sukses itu rumit dan menantang. Hal ini memerlukan perencanaan pelaksanaan, dan adaptasi yang tepat terhadap permintaan pasar. Pelajaran yang bisa dipetik dari jatuhnya Sriwijaya Air, terutama seputar pengelolaan yang tepat dan ekspansi yang terukur. Industri penerbangan tidak kenal ampun, dan betapapun populernya sebuah maskapai penerbangan, tanpa manajemen yang tepat, industri tersebut bisa gagal dan hilang dalam sekejap.

Updated: September 12, 2023 — 4:55 am